Selasa, 04 September 2012

WAQAF


Waqaf

Ø  Pengertian Waqaf
Wakaf diambil dari kata “waqafa” yg berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan sesuatu hak milik yg tahan lama (zatnya) kpd seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dalam hal ini bisa bank syariah maupun lembaga swasta dalam ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dgn syariat islam. Harta yg telah diwakfkan keluar dari hak milik yg mewakafkan, & bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian masyarakat umum.
Wakaf adalah merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat islam, untuk itu berbagai upaya terus dilakukan untuk mendorong dan memfasilitasi pengelolaan dan pemberdayaan wakaf secara berkesinambungan.
Dalam Undang – undang No 41 tahun 2004 dijelaskan bahwa Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentinganya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah sedangkan Harta Benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka waktu panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
Sejak terjadinya krisis ekonomi dan melonjaknya angka kemiskinan di tanah air kita, maka wakaf semakin dirasa penting peranannya dalam menanggulangi problem sosial dan ekonomi di tengah masyarakat. Untuk itu maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk memberikan pemahaman terhadap wakaf serta merumuskan strategi pengelolaan dan pemberdayaan harta benda wakaf agar tujuan, fungsi dan peruntukan dari perwakafan tesebut dapat tercapai secara optimal dan dirasakan manfaatnya oleh segenap masyarakat
Pada kenyataannya pengertian wakaf yang berkembang pada masyarakat hanya berkisar tentang mempergunakan atau mewakafkan tanah saja untuk keperluan ibadah mahdhah. Jarang sekali masyarakat mengetahui atau mengenal bentuk wakaf yang  tidak hanya berupa tanah yang dipergunakan untuk kepentingan ibadah mahdah. Hal ini amat sangat bisa terjadi karena pengetahuan atau informasi masyarakat tentang wakaf masih kurang atau minim, yang dikarenakan pemahaman ataupun pengetahuan masyarakat tentang wakaf  minim. Pengembangan fikih wakaf tentang pelaksanaan wakaf selama ini belum banyak digunakan untuk kebutuhan yang bersifat produktif. Padahal pada kenyataannya hal ini amat diperlukan karena pembiyaan dalam pengelolaan wakaf sendiri ternyata membutuhkan dana untuk pengembangannya. Oleh karenanya perkembangan fikih wakaf untuk barang selain tanah mulai dipikirkan .
Ø  Landasan Hukum
Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari :
  1. Surat Ali Imran : 92 yang artinya ”Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
  2. Surat Al Baqarah ayat 261-262 yang artinya “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir : seratus biji Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (kurnia lagi Maha Mengetahui). Orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala disisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
  3. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW  bersabda : “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : ahadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. ( HR Muslim ).
  4. Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata Umar ra berkata kepada nabi SAW, “Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya.” Nabi SAW berkata, “Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah !.(HR. Annasa’i)
  5. Keputusan fatwa Komisi Fatwa MUI 11 Mei 2002 tentang Wakaf Uang
  6. Perundang-undangan, Peraturan, dan Keputusan
1.      UU Nomer 41 Tahun 2004, Pasal 28, 29, 30, 31 tentang wakaf benda bergerak berupa uang
2.      PP Nomer 42 Tahun 2006, Pasal 22, 23, 24,25,26, 27  tentang benda bergerak berupa uang
3.      KMA no. 73/78  tentang pendelegasian wewenang kepada Kakanwil Departemen Agama Propinsi/setingkat diseluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap Kepala KUA Kecamatan sebagai PPAIW
4.      KMA no. 4 tahun 2009 tentang Wakaf Uang Tunai
Ø  Aplikasi Pada Lemaga
Rumusan kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan wakaf uang yaitu :
a.       Persiapan
b.      Pelaksanaan Wakaf
c.       Wakif mempersiapkan uang yang akan diwakafkan dan memberikan keterangan tentang asal uang
d.      Menentukan peruntukan uang yang akan diwakafkan.
Kemudian nadzir dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengadakan konsultasi dengan Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU)
Wakif datang ke LKSPWU  (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf  Uang) dengan disaksikan oleh nadzir (Badan Wakaf Indonesia/BWI) dengan menyebutkan tujuan peruntukan wakaf uang dengan jangka waktu yang ditentukan. Setelah itu pihak wakif bersama nadzir/BWI  menunjuk ke investor dan atau usaha yang disepakati. Setelah itu pihak LKSPWU dengan disaksikan wakif uang tersebut diinvestasikan dalam bentuk saham (Investasi jual beli dan atau usaha) dengan sistem bagi hasil/mudzarabah dengan pembagian 40:60, dimana 40% untuk LKSPWU dan 60% untuk mauquf’alaih.
·         Pengawasan
Nadzir, Badan Wakaf Indonesia (BWI),  Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) dan Wakif  berhak mengawasi jalannya pengelolaan wakaf uang tersebut secara terpadu.
·         Evaluasi
Menganalisa untuk mengontrol perkembangan wakaf uang tersebut secara berkala.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar