Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwasanya Rasulullah -shalallahu alaihi wa alihi wasallam- bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ
ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ
وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا
وَلَوْ حَبْوًا
“Kalau seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada
panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa
mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya.
Dan kalaulah mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan
karena bersegera menuju shalat maka mereka pasti akan berlomba-lomba
(untuk menghadirinya). Dan kalaulah seandainya mereka mengetahui
besarnya pahala yang akan didapatkan dengan mengerjakan shalat isya dan
subuh, maka pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan
merangkak.” (HR. Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 437)
Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melihat para sahabatnya terlambat, maka beliau bersabda kepada mereka:
تَقَدَّمُوا فَأْتَمُّوا بِي وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ
لَا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ
“Kalian majulah ke depan dan bermakmumlah di belakangku, dan
hendaklah orang yang datang setelah kalian bermakmum di belakang kalian.
Terus-menerus suatu kaum itu membiasakan diri terlambat mendatangi
shalat, hingga Allah juga mengundurkan mereka (masuk ke dalam surga).”
(HR. Muslim no. 438)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah di depan, dan
sejelek-jeleknya adalah paling belakang. Dan sebaik-baik shaf wanita
adalah paling belakang, dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan.”
(HR. Muslim no. 440)
Di antara orang-orang yang beruntung dengan shalawat para Malaikat
kepada mereka adalah orang-orang yang berada pada shaff bagian depan
ketika shalat, baik itu pada shaff pertama, kedua atau shaff bagian
depan lainnya.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa para Malaikat bershalawat kepada
orang-orang yang ada pada shaff pertama ketika shalat adalah sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Ibnu Hibban dalam kitab
Shahiihnya, beliau meriwayatkannya dari al-Barra’ Radhiyallahu anhu,
beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصَّفِ اْلأَوَّلِ.
‘Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaff pertama.’” [1]
Al-Mulla ‘Ali al-Qari ketika menjelaskan sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah dan para Mala-ikat-Nya
bershalawat,” beliau berkata: “Hal tersebut dengan turunnya kasih sayang
Allah, do’a agar pertolongan Allah selalu untuknya dan permohonan
lainnya yang dilakukan oleh para Malaikat untuknya.” [2]
Imam Ibnu Hibban memberikan bab pada hadits ini dengan judul:
“Penjelasan Tentang Ampunan Allah جلّ وعلا Beserta Permohonan Ampun Para
Malaikat Bagi Orang yang Shalat pada Shaff yang Pertama.” [3]
Adapun yang menjadi dalil tentang shalawat para Malaikat untuk
orang-orang yang ada pada shaff kedua di dalam shalat beserta orang yang
ada pada shaff pertama adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah dan para
Malaikat bershalawat kepada orang-orang yang ada pada shaff pertama (di
dalam shalat).’ Lalu para Sahabat berkata: ‘Dan kepada orang-orang yang
ada pada shaff kedua, wahai Rasulullah!’ [4] Lalu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah dan para Malaikat
bershalawat kepada orang-orang yang berada pada shaff pertama (di dalam
shalat).’ Lalu para Sahabat berkata: ‘Dan shaff kedua, wahai
Rasulullah!’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Dan kepada (orang-orang yang berada) pada shaff kedua.’” [5]
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para
Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang berada pada shaff kedua
dalam shalat, akan tetapi dengan penjelasan bahwa orang yang berada
pada shaff pertama lebih utama dari mereka, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengulang shalawat Allah dan para Malaikat-Nya kepada
orang-orang yang berada pada shaff pertama sebanyak dua kali. Di dalam
pengulangan tersebut -sebagaimana yang diungkap oleh Syaikh Ahmad bin
‘Abdirrahman al-Banna- bahwa ada sebuah keutamaan yang lebih bagi mereka
yang berada pada shaff pertama, dan keutamaan tersebut sangat berlipat
dibandingkan dengan keutamaan shaff yang kedua, karena itulah orang yang
meninggalkan shaff pertama harus selalu berjaga-jaga dengan merasa
kekurangan sehingga ia tidak masuk ke dalam shaff yang lainnya, hingga
ia tidak terhalang dari keutamaan yang besar tersebut. [6]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa para Malaikat bershalawat bagi
orang-orang yang berada pada shaff-shaff terdepan dalam shalat adalah
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh dua Imam (yaitu Abu Dawud dan Ibnu
Khuzaimah) dari al-Barra’ bin ‘Azib Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ اْلأُوَلِ.
‘Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaff-shaff terdepan.’” [7]
Imam Ibnu Khuzaimah memberikan bab pada hadits ini dalam Shahiihnya
dengan judul: “Bab Tentang Shalawat Allah dan Para Malaikat-Nya kepada
Shaff-Shaff Terdepan.” [8]
Di dalam riwayat Imam an-Nasa-i, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ الْمُتَقَدِّّمَةِ.
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaff-shaff terdepan.” [9]
Kesimpulannya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para Malaikat-Nya
bershalawat kepada orang-orang yang berada pada shaff pertama dalam
shalat, orang-orang yang berada pada shaff kedua, dan orang-orang yang
berada pada shaff-shaff terdepan. Akan tetapi shalawat bagi orang-orang
yang berada pada shaff pertama jauh lebih utama daripada shaff-shaff
lainnya.
Demikianlah, bahkan terdapat riwayat lain yang mengungkapkan
keutamaan orang-orang yang berada pada shaff pertama ketika shalat, di
antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ اْلأَوَّلِ ثُمَّ
لَمْ يَجِدُوْا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوْا.
“Seandainya orang-orang mengetahui (pahala) yang ada pada adzan dan
shaff yang pertama, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan
cara diundi [10], tentu mereka akan melakukan undian.’” [11]
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang selalu
berada pada shaff pertama dengan keutamaan-Nya. Kabulkanlah ya Allah,
yaa Hayyu yaa Qayyuum.
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man
Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Penerbit
Idarah Turjuman al-Islami-Pakistan, Cetakan Pertama, 1420 H - 2000 M,
Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Di Do'aka Malaikat,
Penerjemah Beni Sarbeni]
_______
Footnote
[1]. Al-Ihsaan fii Taqriib Shahiih Ibni Hibban kitab ash-Shalaah, bab Fardhu Mutaaba’atil Imam (V/530-531 no. 2157). Syaikh al-Arna-uth berkata: “Isnadnya shahih, perawinya adalah perawi yang shahih kecuali ‘Abdurrahman bin ‘Ausijah, ia seorang yang tsiqat dan penulis kitab Sunan meriwayatkan dari beliau.” (Catatan pinggir kitab al-Ihsaan V/531).
[2]. Mirqaatul Mafaatiih (III/178).
[3]. Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahiih Ibni Hibban (V/530).
[4]. وَعَلَى الثَّانِي : “Yaitu katakanlah, ‘Dan kepada shaff kedua.’” Huruf و (wawu) ini dinamakan al-‘athaf, yaitu al-‘athaf talqin wa iltimaas (Mirqaatul Mafaatiih III/530).
[5]. Al-Musnad (V/262, potongan sebuah hadits, cet. Al-Maktab al-Islami). Al-Hafizh al-Mundziri mengomentari hadits ini: “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad laa ba’-sa bihi. Juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan selainnya.” (At-Targhiib wat Tarhiib I/318). Al-Hafizh al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dalam kitab al-Kabiir, dengan para perawi yang mautsuq” (Majma’uz Zawaa-id II/91). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani, lihat kitab Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (I/269).
[6]. Lihat kitab Buluughul Amaani min Asraaril Fat-h ar-Rabbaani (V/320). Al-Mulla ‘Ali al-Qari berkata: “Pengulangan tersebut mengandung makna penguat dan adanya kesempur-naan bagi orang yang berada pada shaff pertama.” (Mirqaatul Mafaatiih III/178).
[7]. Sunan Abi Dawud, pada cabang-cabang bab ash-Shufuuf, bab Taswiyatush Shufuuf (II/257 no. 660), Shahiih Ibni Khuzaimah kitab al-Imaamah fish Shalaah (III/26 no. 1557). Al-Imam an-Nawawi telah menghasankan sanadnya, lihat Riyaadhush Shaalihiin (hal 446). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani (lihat Shahiih Sunan Abi Dawud I/130).
[8]. Shahiih Ibni Khuzaimah (III/26).
[9]. Sunan an-Nasa-i kitab al-Imaamah, Kaifa Yuqawwimul Imaam ash-Shufuuf (II/90), hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani (lihat kitab Shahiih Sunan an-Nasa-i I/175).
[10]. إِلاَّ أَنْ يَسْتَهَمُوْا عَلَيْهِ diambil dari kata اْلإِسْتِهَامُ (taruhan), yaitu اْلإِقْتِرَاعُ (pengundian). Lihat kitab ‘Umdatul Qaari (V/125).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Adzaan bab al-Istihaam fil Adzaan (II/97 no. 615).
_______
Footnote
[1]. Al-Ihsaan fii Taqriib Shahiih Ibni Hibban kitab ash-Shalaah, bab Fardhu Mutaaba’atil Imam (V/530-531 no. 2157). Syaikh al-Arna-uth berkata: “Isnadnya shahih, perawinya adalah perawi yang shahih kecuali ‘Abdurrahman bin ‘Ausijah, ia seorang yang tsiqat dan penulis kitab Sunan meriwayatkan dari beliau.” (Catatan pinggir kitab al-Ihsaan V/531).
[2]. Mirqaatul Mafaatiih (III/178).
[3]. Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahiih Ibni Hibban (V/530).
[4]. وَعَلَى الثَّانِي : “Yaitu katakanlah, ‘Dan kepada shaff kedua.’” Huruf و (wawu) ini dinamakan al-‘athaf, yaitu al-‘athaf talqin wa iltimaas (Mirqaatul Mafaatiih III/530).
[5]. Al-Musnad (V/262, potongan sebuah hadits, cet. Al-Maktab al-Islami). Al-Hafizh al-Mundziri mengomentari hadits ini: “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad laa ba’-sa bihi. Juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan selainnya.” (At-Targhiib wat Tarhiib I/318). Al-Hafizh al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dalam kitab al-Kabiir, dengan para perawi yang mautsuq” (Majma’uz Zawaa-id II/91). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani, lihat kitab Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (I/269).
[6]. Lihat kitab Buluughul Amaani min Asraaril Fat-h ar-Rabbaani (V/320). Al-Mulla ‘Ali al-Qari berkata: “Pengulangan tersebut mengandung makna penguat dan adanya kesempur-naan bagi orang yang berada pada shaff pertama.” (Mirqaatul Mafaatiih III/178).
[7]. Sunan Abi Dawud, pada cabang-cabang bab ash-Shufuuf, bab Taswiyatush Shufuuf (II/257 no. 660), Shahiih Ibni Khuzaimah kitab al-Imaamah fish Shalaah (III/26 no. 1557). Al-Imam an-Nawawi telah menghasankan sanadnya, lihat Riyaadhush Shaalihiin (hal 446). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani (lihat Shahiih Sunan Abi Dawud I/130).
[8]. Shahiih Ibni Khuzaimah (III/26).
[9]. Sunan an-Nasa-i kitab al-Imaamah, Kaifa Yuqawwimul Imaam ash-Shufuuf (II/90), hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani (lihat kitab Shahiih Sunan an-Nasa-i I/175).
[10]. إِلاَّ أَنْ يَسْتَهَمُوْا عَلَيْهِ diambil dari kata اْلإِسْتِهَامُ (taruhan), yaitu اْلإِقْتِرَاعُ (pengundian). Lihat kitab ‘Umdatul Qaari (V/125).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Adzaan bab al-Istihaam fil Adzaan (II/97 no. 615).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar