A.
Al-ijarah (Sewa)
1.
Pengertian Sewa
Sebelum
dijelaskan pengertian sewa menyewa dan upah atau ijarah, terlebih dahulu
akan dikemukakan mengenai makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad
dalam bukunya yang berjudul Fiqih syafi’I berpendapat ijarah berarti upah
mengupah[1]. Hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan
syarat upah mengupah, yaitu mu’jir dan musta’jir (yang memberikan
upah dan yang menerima upah), sedang kan Nor Hasanuddin sebagai penerjemah
Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan sewa menyewa[2].
Dari dua
buku tersebut ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab kedalam
bahasa Indonesia. Antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional,
sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti “seorang mahasiswa menyewa kamar
untuk tempat tinggal selama kuliah”, sedangkan upah digunakan untuk tenaga,
seperti “para karyawan bekerja dipabrik dibayar gajinya (upahnya) satu kali
dalam seminggu”.
Undang undang sipil; Islam Kerajaan Uni Emirat Arab mendefinisikan
ijarah sebagai berikut: “ ijarah atau sewa yaitu memberi penyewa kesempatan
untuk mengambil pemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu
dengan imbalan yang telah disepakati bersama”[3].
Secara etimologis al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang
arti menurut bahasanya ialah al-iwadh yang arti dalam bahasa
indonesianya adalah ganti dan upah. Sedangkan menurut Rahmat Syafi’I dalam
fiqih Muamalah ijarah adalah بيع المنفعة (menjual manfaat)[4].
Dalam syari’at Islam ijarah adalah jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan kompensasi[5]. Sedangkan menurut Sulaiman Rasjid mempersewakan ialah akad
atas manfaat (jasa) yang dimaksud lagi diketahui, dengan tukaran yang
diketahui, menurut syarat-syarat yang akan dijelaskan kemudian[6].
Suatu manfaat, terkadang berbentuk manfaat atas barang, seperti rumah
untuk ditempati, mobil untuk dikendarai. Kadangkala dalam bentuk karya atau
jasa seperti karya seorang arsitek, tukang tenun, penjahit.
Menurut istilah, para
ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain sebagai berikut:
1) Menurut Hanafiyah
عقد يفيد تمليك منفعة معلومة مقصودة من العين المستأجرة بعوض
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari
suatu zat yang disewa dengan imbalan”.
2) Menurut Malikiyah
تسمية التعاقد على منفعة الآدمي و بعض
المنقولان
“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat
manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”[7].
3) Menurut Syafi’iyah
عقد على منفعة مقصودة
معلومة مباحة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم
“Akad atas
suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima
pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”[8].
4) Menurut Idris Ahmad
Bahwa upah
artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut
syarat-syarat tertentu[9].
5) Menurut Sayyid Sabiq
“Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian”.
Al-ijarah adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
itu sendiri[10].
Menurut
Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah
akad pemindahan hak guna (manfaat)atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri[11].
Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti :
1.
Manfaat yang berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, atau mobil
untuk dikendarai.
2.
Manfaat yang berasal karya seperti hasil karya seorang insinyur bangunan,
tukang tenun, tukang pewarna, penjahit, dll.
3.
Manfaat yang berasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja kantor,
pembantu rumah tangga, dll.
Sementara itu, menyewakan pohon untuk
dimanfaatkan buahnya, menyewakan makanan untuk dimakan, dll bukan termasuk
kategori ijarah karena barang-barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali barang-barang
tersebut akan habis dikonsumsi.
2.
Landasan Hukum
a. Al- Qur’an (al-baqarah : 233)[12]
Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah
Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak
ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan
b. Al- Hadits
·
Hadist
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “berbekamlah kamu, kemudian
berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”, (H.R. Bukhari dan Muslim)
·
Hadist
(H.R. Ibnu Majjah)
Dari Ibnu Umar
bahwa Rasulullah bersabda, “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.
·
Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada:
Artinya : Kami pernah menyewakan
tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami
melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas
atau perak.
· Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah,
bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Barangsiapa yang
mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.
c.
Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa
/ Ijarah.
· Kaidah fiqh
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalilyang mengharamkannya.
· Kaidah fiqh
Artinya : Menghindarkan mafsadat
(kerusakan/bahaya) harusdidahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.
d.
Kaidah-Kaidah dalam Ijaroh :
·
Semua barang yang dapat
dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi barang tersebut, maka barang
tersebut dapat disewakan.
·
Semua barang yang
pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi tidak mengurangi substansi
barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat juga disewakan.
·
Uang dari emas atau perak
dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini setelah dikonsumsi menjadi
hilang atau habis.
e.
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu
mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir,
pihak pekerja disebut ajir dan
upah yang dibayarkan disebut ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau
properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu
kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing
(sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir,
pihak yang menyewakan (lessor)
disebutmu’jir/muajir dan biaya sewa
disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah,
sementara ijarah bentuk kedua biasa
dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah.
B.
Hak Dan Kewajiban Kedua Belah Pihak
Apa saja kewajiban penyewa dan yang menyewakan? Yang menyewakan
wajib mempersiapkan barang yang disewakan untuk dapat dipergunakan secara
optimal untuk penyewa. Misalnya, mobil yang disewa ternyata tidak dapat
digunakan karena akinya lemah, maka yang menyewakan wajib menggantinya. Bila
yang menyewakan tidak dapat memperbaiinya, penyewa mempuyai pilihan untuk
membatalkan akad atau menerima manfaat yang rusak. Bila demikian keadaannya,
apakah harga sewa masih harus dibayar penuh? Sebagian ulama berpendapat, bila
penyewa tidak membatalkan akad, harga sewa harus dibayar penuh. Sebagian ulama
lain berpendapat harga sewa dapat dikurangkan dulu dengan biaya untuk perbaikan
kerusakan.
Penyewa wajib menggunakan barang
yang disewakan menurut syarat-syara atau menurut kelaziman penggunaannya.
Penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh[13].
C.
Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun
dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah :[14]
a)
Pelaku
akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang menyewa aset dan
mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset.
b)
Objek
akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
c)
Sighat
yaitu ijab dan qabul.
Syarat ijarah yang harus ada agar
terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagai berikut :
a)
Jasa
atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus
tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
b)
Kepemilikan
aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab pemeliharaannya,
sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa.
c)
Akad
ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat
kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah
masih tetap berlaku.
d)
Aset
tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada
saat kontrak berakhir. Apabila asset akan dijual harganya akan ditentukan pada
saat kontrak berakhir.
D.
Manfaat dan Resiko yang harus Diantisipasi
Manfaat dari transaksi al-ijarah
untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok . adapun resiko
yang mungkin terjadi dalam al-ijarah adalah :
ü Default, nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
ü Rusak, aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan
bertambah.
ü Berhenti, nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli
aset tersebut\
E.
Pembayaran Sewa dan Upah
Jika ijarah itu suatu pekerjaan maka
kewajiban pembayaran upahnya waktu berakhirnya pekerjaan, jika akad sudah
berlangsung dan tidak diisyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada penentuan penangguhannya,
menurut Abu Hanifah yang diserahkan upahnya secara berangsur, sesuai dengan
manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia
berhak dengan akad itu sendiri, jika mu’jir menyerahkan zat benda yang disewa
kepada musta’jir ia berhak menerima bayarannya karena penyewa (musta’jir) sudah
menerima kegunaannya. Pada prinsipnya dalam kontrak
ijarah harus dikatakan dengan jelas siapa yang menanggung biaya pemelihAraan asset obyek sewa. Sebagian ulama menyatakan jika kontrak sewa menyebutkan biaya perbaikan
ditanggung penyewa, maka kontrak sewa itu tidak sah, karena penyewa menangung
biaya yang tidak jelas.
F.
Syarat Ujrah (fee,
bayaran sewa)
•
Harus termasuk dari harta yang halal.
• Harus diketahui
jenis, macam dan satuannya.
•
Tidak boleh dari jenis yang sama dengan manfaat yang akan disewa untuk
menghindari kemiripan riba fadhl.
•
Kebanyakan ulama membolehkan fee ijarah bukan dengan uang tetapi dalam
bantuk jasa (manfaat lain). Misalnya membayar sewa mobil 1 minggu dengan
mengajar anaknya matematika selama 1 bulan 8 Kali pertemuan.
G.
Menyewa Barang Sewaan
Musta’jir dibolehkan menyewakan lagi
barang sewaan kepada orang lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai
dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad seperti yang disewakan seekor
kerbau, ketika akad dinyatakan bahwa kerbau tersebut disewakan lagi timbul
Musta’jir kedua, maka kerbau itu pun harus digunakan membajak pula.
Bila ada kerusakan pada benda yang
disewa, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang (Mu’jir) dengan
syarat kecelakaan itu bukan akibat dari kelalaian Musta;jir, maka yang
bertanggung jawab adalah musta’jir itu sendiri, seperti menyewakan mobil,
kemudian mobil itu hilang atau di curi karena di simpan bukan pada tempatnya.
H.
Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Di dalam ijarah, akad tidak
membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad
pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang di wajibkan fasakh (batal).
Ijarah akan menjadi batal (fasakh)
bila ada hal-hal sebagai berikut:
·
Terjadi cacat pada
barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan penyewa;
·
Rusaknya barang yang
disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya;
·
Rusaknya barang yang
diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan;
·
Terpenuhinya manfaat yang diakadkan,
berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan;
·
Menurut Hanafiyah,
boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewakan toko untuk
dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan
sewaan itu.
I.
Pengembalian Sewa
Jika
ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan, jika
barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan
kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali
berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir harus melepaskan barang sewaan.
J.
Aplikasi dalam Perbankan
Bank islam yang mengoperasikan
produk al-ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease
maupun finasial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank tersebut lebih banyak
menggunakan al-iarah al-muntahian bit-tamlik karena lebih sederhana dari sisi
pembukuan[15].
K.
Teknik Perbankan al-Ijarah
1.
Transaksi ijarah ditandai adanya pemindahan manfaat jadi, dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaan terletak
pada objek barang, sedangkan pada sewa
2.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakan kepada nasabah, karena itu dalam perbankan syariah
dikenal dengan al-Ijarah al-muntahiyah bit-tamlik (sewa yang diikuti dengan
perpindahan kepemilikan).
3.
Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank
dengan nasabah.
L.
Al- Ijarah Al-Muntahaia Bit-Tamlik
IMBT merupakan kependekan dari
Ijarah Mumtahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT tidak sama dengan IMBT, begitupun
IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama pula dengan leasing. Dalam
sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir masa sewa. Dalam IMBT,
janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang
hukumnya tidak mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan
pada leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya terjadi bila hak opsinya
dilaksanakan oleh lessee. Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang
untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua
pilihan[16].
Pertama, besarnya angsuran bulanan
IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada bank telah memasukkan komponen nilai
perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan barang
IMBT yang masih tersisa telah nihil. Dalam hal ini, meskipun secara teori fikih
dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk memindahkan kepemilikan barang
tersebut, namun secara praktik bisnisnya barang tersebut akan diserahkan
kepemilikannya kepada nasabah. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip
dengan sewa beli dibandingkan dengan leasing.
Kedua, besarnya angsuran bulanan
IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada tidak memasukkan komponen nilai
perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan barang
IMBT yang masih tersisa tidak nihil (biasanya disebut nilai residu). Dalam hal
ini, bila nasabah membayar nilai residu tersebut maka bank akan memindahkan
kepemilikannya pada nasabah. Namun bila nasabah belum membayar nilai residunya,
bank belum memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT
lebih mirip dengan leasing dibandingkan dengan sewa beli.
Pihak lessor dalam leasing hanya
bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal oleh lessee, dan barang
tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau dari
pihak lessee sendiri. Pada sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam
investasi dengan barang yang disewakannya itu dengan uang sewa sebagai
keuntungannya. Karena itu, biasanya barang tersebut berasal dari milik pemberi
sewa sendiri. Pada IMBT keduanya dapat terjadi, menyediakaan barang sewa dengan
cara menyewa, kemudian menyewakannya kembali. Juga dimungkinkan menyediakan
barang sewa dengan membeli kemudian menyewakannya.
Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai
penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT dapat saja
membiayai penyewaan barang kemudian barang tersebut disewakan kembali, dan
dapat pula membiayai pembelian barang kemudian barang tersebut disewakan. Yang
jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan
prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri. Terakhir, leasing boleh dilakukan
oleh perusahaan pembiayaan sedangkan sewa beli tidak termasuk kegiatan lembaga
pembiayaan. Pembiayaan IMBT boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa
beli, leasing, IMBT tidak termasuk kegiatan bank syariah.
Fatwa MUI tentang IMBT
•
Pihak yang melakukan al-Ijarah
al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat
dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
•
Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati
di awal akad Ijarah adalah wa'd (الوعد), yang hukumnya tidak
mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan
kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
M.
Ijarah dan Leasing
Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna
tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, sehingga banyak yang menyamakan ijarah
dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah itu sama-sama mengacu hal
ihwal sewa menyewa. Karakteristik yang membedakan antara ijarah dan leasing
terletak pada: [17]
a. Objek
Objek yang disewakan dalam leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang
saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku untuk manfaat tenaga
kerja. Sedangkan objek yang disewakan dalam ijarah bisa berupa barang dan
jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang
disebut sewa menyewa dan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut
upah mengupah. Objek yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat
tenaga kerja.
Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada leasing.
Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada leasing.
b. Metode Pembayaran
Dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran
yaitu yang bersifat not contingent to formance (pembayaran tidak tergantung
pada kinerja objek yang disewa). Pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa
(contingent to formance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada
kinerja objek yang disewa (not contingent to formance). Ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji,
sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek
yang disewa disebut ju’alah atau success fee.
c. Pemindahan Kepemilikan (Transfer of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan dalam leassing dikenal dua jenis yaitu
operating lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan baik di awal maupun
di akhir periode sewa dan financial lease. Ijarah sama seperti operating lease
yakni tidak ada transfer of title baik di awal maupun di akhir periode, namun
pada akhir sewa dapat dijual barang yang disewakan kepada nasabah yang dalam
perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahia bi al-tamlik. Harga sewa dan
harga jual disepakati pada awal perjanjian.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini, kita dapat
simpulkan bahwa pengertian al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.
Teknik perbankan
al-Ijarah
1) Transaksi ijarah ditandai adanya
pemindahan manfaat
2) Pada akhir masa sewa, bank dapat saja
menjual barang yang disewakan kepada nasabah
3) Harga sewa dan harga jual disepakati
pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.
Transaksi al-Ijarah
al-Muntahia bit-thamlik adalah sejenis perpaduan kontrak jual beli dan sewa
atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan
si penyewa.
Resiko yang harus diantisipasi:
- Default : Nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
- Rusak : Aset ijarah rusak sehingga menyebabkan
biaya pemeliharaan bertambah
- Berhenti : Nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli
aset tersebut.
Perbedaam ijarah dan Leasing
terletak pada :
·
Objek
·
Metode
pembayaran
·
Pemindahan
kepemilikan
DAFTAR PUSTAKA
·
Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori
dan Praktik, Gema Insani, Jakarta :2001, cet-1
·
Ahmad
Idris, Fiqh
al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986.
·
Abd.
Al-Rahman Al-Jaziri, Fiqh ‘Ala madzahibil Arba’ah Juz III,
Maktabah Tijariyah al-Kubro, Mesir, 1969.
·
Muhammad Asy-Sarbini, Mughni al-Muhtaj Juz II
·
Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam,
Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1994.
·
Rahmat
Syafi’I, Fiqh
Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung, 2004.
·
Ir.
Adiwarman A. Karim, SE., M.B.A.,M.A.E.P,bank
islam analisis fiqih dan keuangan, PT Raja Grafido Persada, Jakarta :2004, cet-2.
·
Drs. H. Muh, Rifa’i; Ilmu Fiqh Islam, Toha Putra, Semarang: 1978.
·
Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Al-Isla, Bulan Bintang, Jakarta:
1976.
·
Drs. H. Muh, Rifa’i; Mutiara Fiqh, Toha Putra, Semarang: 1978.
·
Sayyid
Sabiq, Fiqhus
Sunnah, terjemah Nor Hasanuddin, Pena Pundi Aksara, Jakarta: 2004
[1] Idris
Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah,
Jakarta, 1986, hlm. 139
[2] Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, terjemah Nor
Hasanuddin, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 203
[3]
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional
Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2000, hlm 34
[4] Rahmat
Syafi’I, Fiqh Muamalah, Pustaka Setia,
Bandung, 2004 hlm. 121
[5] Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah , terjemah Nor
Hasanuddin, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 203
[6] H.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, 1994, hlm. 303
[7] Abd.
Al-Rahman al-Jaziri, Fiqh ‘Ala madzahibil Arba’ah Juz III,
Maktabah Tijariyah al-Kubro, Mesir, 1969, hlm. 94-97
[8] Muhammad
Asy-Sarbini, Mughni al-Muhtaj Juz II, hlm. 332
[9] Idris
Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah,
Jakarta, 1986, hlm. 139
[10]
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah
dari Teori dan Praktik, (Jakarta :2001, Gema Insani), cet-1, hml. 117
[11] Ir.
Adiwarman A. Karim, SE., M.B.A.,M.A.E.P,bank
islam analisis fiqih dan keuangan, (jakarta :2004, PT Raja Grafido
Persada), cet-2, hml. 138
[12] Ibid, bank syariah dari teori dan praktik, hlm. 117-118
[13] Ibid, bank islam analisis fiqih dan keuangan, hml.
138
[14] http://muharsblogsml.blogspot.com/2010/05/makalah-fiqh-muamalat-ii-ijarah.html
[15] Ibid, bank islam analisis fiqih dan keuangan, hml 119
[16] Ibid, Bank Syariah dari Teori dan Praktik,
hml. 118
[17] Ibid, bank islam, hml.140-44
terimakasih ilmunya :)
BalasHapusSaya baca sebagian besar untuk memahami IMBT